Selasa, 30 Oktober 2018

Mendampingi Kateter Jantung


Pengalaman mendampingi penderita penyempitan jantung dikeluarga saya sudah cukup lama. Sehingga akhirnya saya familiar dengan istilah kateter, pasang ring dan problematika seputar urusan jantung yang bermasalah..

Pertama dengar istilah kateter adalah sekitar tahun 2000 ketika bapak mertua harus dikateter. Waktu itu keluarga cukup heboh. Maklum informasi belum seperti sekarang, jadi kalau sudah urusan 'tindakan dokter' bayangannya bakal urusan berat. Apalagi urusannya jantung..

Kateternya dilakukan di RS Medistra di Jl. Gatot Subroto, dan pada hari tindakan seluruh keluarga ‘wajib’ berkumpul. Dengan 8 anak dan para mantu bisa dibayangkan betapa sesaknya ruangan kamar. Ketika pasien akan masuk keruang tindakan, pamitan dilakukan seolah olah akan berpisah lama.

Apalagi setelah itu ada tindakan pemasangan ring.. kembali prosesi berulang.. Bahkan lebih heboh.. maklumlah, saat itu informasi belum sekomplit sekarang dimana segala informasi dan pengalaman orang lain bisa dengan mudah didapatkan. Yang ada hanya bayangan dan ‘katanya anu… katanya anu…’.

Beberapa tahun berikutnya suami didiagnosa ada penyempitan juga. Dan harus menjalani kateter. Berhubung kami punya Askes, dan tabungan kami belum sebanyak mertua maka Askes menjadi satu satunya pilihan untuk kami.

Urutan berobatnya mirip dengan BPJS. Ke puskesmas dulu, tapi waktu itu belum ada ketentuan puskesmas yang ditunjuk. Jadi bebas puskesmas dimana saja. Juga belum ada penunjukkan fasum 2. Dari puskesmas bisa langsung ke RS yang ditunjuk. Waktu itu kami memilih RS Cipto Mangunkusumo karena mendengar disana ada PJT (Perawatan Jantung Terpadu) yang menurut informasi dari ‘katanya…’ pelayanannya baik seperti swasta.

Maklumlah, pada waktu itu stigma berobat gratis pakai Askes di RS umum berarti harus sabar dan tahan mental. Susternya jutek, ruangannya jorok, obatnya strata terendah...wah pokoknya banyak cerita serem yang didengar. Mungkin kalau tabungan saya seperti Paman Gober, saya akan memilih RS swasta yang 'aman'. Cuma ya mampunya Askes, apa boleh buat..

Pertama datang tentu harus mendaftar di bagian depan. Antreannya banyak. Tapi tertib. Jadi cerita bahwa antreannya berdesak2an itu hoax.
Setelah itu kami menuju lokasi PJT di daerah dalam. PJT itu bangunan baru terletak didalam RSCM, bangunan modern yang nyempil diantara bangunan jaman Belanda. 
Disana saya surprais bener, tempatnya cukup bagus, penerima tamunya ramah, penjelasannya jelas. Bahwa harus antri agak lama wajarlah, pasiennya kan banyak.
Penanganan dokter dan susternya juga jauh dari informasi serem yang didengar. Ramah, profesional.. untung ga patah semangat dan keburu ke RS swasta yang mungkin waktu itu bikin saya harus jual perabot.

Proses kateternya juga lancar. Setelah selesai ruang pemulihan ada di ruangan berbentuk bangsal berisi beberapa pasien. Dan langsung sore itu juga boleh pulang. Pada waktu itu belum terlalu banyak pasien untuk kateter. Mungkin hanya sekitar 5 orang yang dijadwalkan pada hari itu.

Beberapa tahun kemudian harus kateter ulang, dan kembali memilih RSCM dan kembali juga Askes menjadi pilihan satu satunya. Hanya saja sekarang lebih mantap dan tidak khawatir lagi atas pelayanan pengguna Askes. Prosesnya mirip, hanya sudah memakai sistem BPJS tapi belum memakai fasum 2. Kali ini ruang pemulihannya dapat kamar kelas 1 sesuai kelas BPJS nya. Kamarnya enak, satu pasien di kamar dan ada sofa untuk penunggunya. 

Kateter ke 3 saya memilih RS Fatmawati. Pengalaman baru lagi disini. Sistem antrenya juga berbeda dengan RSCM. Setelah mendapat rujukan dari dokter, harus mendaftar ke bagian kateter. Waktu tunggunya lumayan lama, hampir sebulan kalau tidak salah. Dokternya baiiik banget, dan helpfull.. 

Pada hari yang ditentukan, pasien datang dan langsung masuk ruang kateter. Sementara keluarga menunggu di ruang tunggu khusus. Ketika proses kateterisasi akan dilakukan, keluarga pasien dipanggil melalui pengeras suara untuk menemui suster dan diminta mengurus data BPJS. Lupa saya data apa, tapi intinya saya dikasih berkas satu bundel terus dibawa ke kantor Askes untuk minta cap ke petugasnya.  Mengurusnya lumayan jauh tapi masih dalam kompleks RS. Pengurusannya juga mudah, hanya harus sabar antri aja. Ruang pemulihan disini juga berupa bangsal dengan sekat korden. Susternya juga ramah.. makin membuat saya yakin bahwa pelayanan BPJS tidak semenakutkan yang dikira.

Kateter ke 4 di RSJPD Harapan Kita. Ini saya bisa cerita agak detail karena belum terlalu lama kejadiannya. 

Untuk kateter di RSJPD Harapan Kita, pasien harus sudah daftar sebelumnya dan datang sesuai tanggal yang telah ditentukan dengan membawa berkas bukti pendaftaran serta hasil cek darah. Hasil cek darahnya harus terbaru, paling lama 3 hari sebelum jadwal tindakan. Labnya boleh dimana saja, tidak harus lab RSJPD Harapan Kita.

Pada tanggal itu, jam 5.30 pagi saya sudah berada di depan loket C di RSJPD Harapan Kita. Jam segitu ternyata sudah ada 3 orang yang mengantri menunggu petugas. Jam 6.30 petugasnya datang dan langsung mengeluarkan kotak nomor antrian dari laci mejanya. Oleh petugas kami diminta mengambil nomor antrian kemudian diminta menunggu dibangku depan apotek. Petugasnya beberes dulu dan akan memanggil sesuai nomor antrian. Data diproses berdasarkan nomor antrian.

Pemanggilan dimulai jam 07.00. Prosesnya cukup cepat, hanya saja Bapak petugasnya lumayan tegas, jadi berkesan galak. Mungkin karena pengantrinya ngeyel tetap ngantri diluar ruangan, dan tidak duduk di area depan apotek sehingga berkerumun di depan pintu ruangan.

Setelah selesai pengurusan data, kembali kami diberikan sebundel berkas. Berkas itu kami bawa naik ke ruang persiapan di lantai 2 bersama dengan pasiennya. Yang diijinkan masuk ke ruang persiapan hanya pasien dan 1 penunggu. Penjaga pintunya cukup tegas, dan sebelum masuk ditanya tanya dulu keperluannya. Kalau tidak jelas dan tidak membawa berkas tidak akan diperbolehkan masuk.

Di ruang persiapan data diperiksa oleh petugas yang sudah menunggu, dan kalau sudah lengkap maka pasien dipersiapkan untuk wawancara oleh dokter disana.

Pasien diminta ganti baju dengan baju tindakan, dan barang2nya disimpan di loker. Setelah itu cek tensi de el el, standarlah seperti mau periksa ke dokter jantung. Kemudian dokter disana mewawancara pasien. Dibaca hasil cek darah yang diambil maksimal 3 hari sebelumnya itu. Dokternya bukan dokter yang biasa merawat kita ya, tapi dokter yang memang bertugas disana.

Setelah itu saatnya menunggu panggilan tindakan. Menunggunya dalam posisi duduk, walaupun banyak tempat tidur. Tempat tidur itu fungsinya adalah sebagai tempat pemulihan setelah tindakan. Sofanya lumayan empuk, jadi ngga masalah untuk para pasien kateter.
Oh ya, disini bukan hanya pasien kateter, tapi juga pasang ring bercampur menunggu bersama.

Panggilan pertama untuk tindakan sekitar jam 8, yang dilakukan di lantai 3. Sekali panggil 2 orang sesuai dokter yang bertugas. Kesananya kalau memang kondisinya sehat seperti suami saya, dengan jalan kaki. Pendamping diminta ikut ke lantai 3 untuk membantu, misalnya menyimpan sandal ketika pasien masuk ke ruang tindakan, pendamping menunggu di ruang tunggu yang disediakan. Ruang tunggunya bersamaan dengan ruang tunggu pasien yang dirawat. Wah kalau mendengar cerita cerita penunggu pasien disana, lumayan membuat miris karena pasien disana biasanya sudah taraf sakit berat.

Tindakan untuk kateter sekitar 1 jam. Nanti pendamping dipanggil ketika pasien sudah siap turun, dan bersama sama turun kembali ketempat awal tadi.

Pemulihan kalau jalur kateter melalui tangan sekitar 2 jam, tapi kalau melalui paha 6 jam kalau ngga salah. Makanya usaha pertama adalah lewat pembuluh darah di dekat pergelangan tangan. Tetapi kalau ada kendala di tangan, langkah berikutnya adalah melalui pembuluh darah di paha. Kalau lewat paha itu pemulihannya cukup lama dan 'sengsara'nya lebih lama juga karena selama beberapa jam kaki tidak boleh digerakkan. Buang air saja harus dari pispot selama pemulihan.

Suami mendapat panggilan nomer 2. Bisa lebih cepat dari antrian dibawah (yang tadi dapat nomor 4) karena kami segera naik. Sedangkan antrian nomor 2 dan 3 diloket tidak segera naik ke ruang persiapan sehingga ketika mereka akhirnya masuk sudah didahului oleh orang yang segera naik.

Setelah waktu pemulihan dianggap cukup, suster akan memeriksa luka bekas masuk selang, masih berdarah atau tidak. Kalau sudah berhenti maka perban diganti, dan pasien diminta ganti baju yang tadi dipakai ketika datang. Kemudian suster memanggil untuk menyerahkan hasil. Suster akan menjelaskan hasil kateter tadi secara global, tapi detailnya akan dijabarkan ketika konsul dokter.

Untuk konsultasi dokter harus daftar lagi di loket pendaftaran di bawah. Dapat waktunya ya sesuai jadwal yg diberikan.

Sekitar jam 10-11 seluruh proses sudah selesai dan bisa pulang.

Untuk pasien yang dijadwalkan memasang ring, pemulihannya 24 jam. Jadi harus menginap semalam untuk melihat kondisinya.

Beda banget ya dengan suasana kateter jaman mertua saya. Jaman sekarang kateter itu tindakan yang relatif simple, ga ada pikiran yang serem serem, ngga pake kuatir yang berlebihan..

Saya sempat ngobrol dengan beberapa pasien. Dan mereka datang dari penjuru nusantara. Ada yang dari Aceh, Pontianak dll. Jadi mereka bolak balik untuk konsul dan mendaftar. Karena ngga bisa sekali datang terus dilakukan tindakan dalam waktu dekat.

Untuk kateter di RSJPD Harapan Kita saran saya datanglah sepagi mungkin untuk mendapatkan antrian awal. Dan setelah berkas diperiksa dan dikembalikan ke kita, segeralah naik ke ruang persiapan diatas bersama pasien supaya dapat tindakan lebih awal. Jangan tunggu apa2, langsung cap cus naik deh. Ingat bahwa antrian berdasar kedatangan ke ruang persiapan, bukan berdasar antrian di loket tadi. 

Dan disini pasien kateter dan ring cukup banyak, berbeda dengan di rumah sakit lain. Namanya juga memang RS spesialis jantung dan pembuluh darah.

Ingat ingat banget bahwa makin besar nomor antrian di ruang persiapan waktu menunggu juga makin lama.
Misalnya suami saya di loket dapat nomor 4. Tetapi karena langsung naik ke ruang persiapan, disana bisa dapat nomor 2. Dokter yang melakukan kateter ada 2, maka boleh dibilang suami masuk gelombang pertama. Nah pengantri nomor 3 tentu harus menunggu gelombang pertama tadi selesai. Lamanya sekitar 45 menit – 1 jam. Bisa dihitung kalau dapat nomor besar, antrian masuk ke ruang tindakan bisa berjam jam.

Waktu itu yang masuk ruang persiapan jam 8, tindakannya bisa sore dan bisa bisa pulang malam karena harus dipulihkan dulu. Kira kira yang dijadwalkan untuk tindakan hari itu sekitar 30 orang bercampur antara yang kateter dan pasang ring. Misalnya saja yang kateter 20 orang, pasien terakhir bisa pulang jam 10 malam, padahal kedatangannya mungkin berbeda sedikit dengan kami.

Setelah kateter, kami mendapatkan jadwal konsultasi dokter yang cukup jauh waktunya di RSJPD Harapan Kita. Padahal suami bekerja di Gorontalo, sehingga  saya mendaftar konsultasi dokter di paviliun eksekutif Sukarman. Paviliun Sukarman ini adalah swastanya RSJPD Harapan Kita. Gedungnya berderet dengan gedung RSJPD Harapan Kita, masih satu lokasi. Bisa kok pasien biasa di RSJPD konsul di Paviliun Sukarman karena datanya terkoneksi. Jadi dengan dokter yang sama di RSJPD Harapan Kita, datanya juga sama hanya tidak perlu menunggu berhari hari untuk mendapatkan jadwal konsultasi. Bedanya disini harus bayar, kalau tidak salah 400 ribu untuk konsulnya saja. Untuk saya tetap lebih murah daripada tiket pesawat Jakarta Gorontalo pp.

Mengalami semua hal diatas, saya merasakan saat ini kateter adalah tindakan yang umum dilakukan. Tidak semenakutkan bayangan seperti yang saya alami ketika awal awal mengenal kateter jaman dahulu.

Jadi untuk yang baru pertama kali harus dikateter, jangan terlalu khawatir. Selain sudah menjadi tindakan ‘biasa’, alat juga semakin canggih, sehingga tidak ada yang perlu terlalu dikhawatirkan berlebihan.


Rabu, 25 April 2018

Mengunjungi Orangutan di Tanjung Puting



Berawal dari bingung karena ada long weekend, kepengen berlibur tapi belum punya tujuan yang pas. Pengennya ke tempat baru yang belum pernah dikunjungi tapi bernuansa alam dan ngga butuh waktu lama. Setelah bolak balik minta petunjuk ke mbah gugel, akhirnya tiba di suatu artikel tentang wisata LOB mengunjungi orangutan di Tanjung Puting.


Wah dimana tuh? Kebangetan ya, sebagai orang Indonesia kok ngga tau, padahal banyak orang luar negeri yang bela belain datang kesini.. Dan wisata ini sudah berjalan bertahun tahun loh..

Lihat lihat sekilas ternyata tujuan kali ini masuk semua kriteria yaitu kami belum pernah kesana, kegiatannya di alam bebas, waktunya pendek. Langsung browsing sana sini buat mendapatkan info apa dan bagaimananya.

Akhirnya saya menghubungi pak Andreas, yang didapat dari beberapa situs di internet. Beliau itu guidenya Julia Roberts waktu mbak Jul shooting disana. Ternyata beliau sudah punya kapal sendiri, makanya saya bisa langsung book. Kapal disana disebut klotok. Saya beruntung bisa dapat pada tanggal yang saya mau. Mundur sehari atau maju sehari kapalnya sudah full book.

Perjalanan dimulai naik Trigana air tujuan Pangkalan Bun. Jadwal berangkat yang seharusnya jam 9.30 molor menjadi 11.00 dan tiba jam 12.00. Disana dijemput pak Husni yang akan menjadi guide kami selama berpetualang kali ini. Dari bandara langsung naik taksi selama 20 menit menuju pelabuhan Kumai.

Di pelabuhan Kumai kami bertemu beberapa orang yang tadi satu pesawat dengan kami. Tetapi hanya keluarga kami dan satu keluarga lain yang domestik, lainnya non domestik. Ada keluarga Jerman, muda mudi Perancis (paling ngga denger mereka bicara Bahasa Perancis), China, Jepang dan ngga tau lagi deh. Klotok yang akan dipakai berbeda beda, tiap kelompok sudah punya klotok masing masing. 

Disitu pak Andresas sudah menunggu bersama kapalnya, TOP Indonesia.  Kami langsung naik kapal  dan dikenalkan awak kapalnya. Ada kapten, helper, juru masak dan guide. Pak Andreas sendiri tidak ikut.

Kapalnya enak, nyaman, bertingkat 3. Tentu kategori nyaman adalah untuk kapal klotok ya, jangan bandingkan dengan kapal pesiar. Klotok kami pakai ber 4 saja, tetapi sebetulnya kapasitasnya lebih dari itu. Tingkat paling bawah ada mesin, dapur dan kamar mandi.. Lantai 2 untuk lokasi kami, wastafel, ada meja makan nyambung ke kasur buat leyeh leyeh. Kedepan lagi ada kursi malas 2, dan tangga untuk ke haluan, serta dek belakang. Lantai teratas ada meja dan dek untuk leye leye juga dan stargazing kalau malam. Cukup  luas kan…



(ini klotok kami TOP Indonesia Tours)




Kira kira begini situasi di klotok (ini klotok tetangga)

Kamar mandinya ada 2, dengan kloset duduk dan air pancuran. Air untuk mandi berupa air bersih yang dibawa dari Kumai, tapi untuk menyiram kloset pakai air sungai. Air sungainya bening tetapi berwarna kecoklatan karena memang air sungainya berwarna seperti itu.

Pertama kali dijelaskan sekilas peta Tanjung Puting dan rencana perjalanannya. Sepanjang jalan akan banyak terlihat satwa liar. Paling banyak burung, ada beberapa jenis monyet termasuk bekantan, owa, dan beberapa jenis primate lain. Bahkan sungai yang kami lewati banyak buayanya.

Pak Husni, guide kami,  adalah insinyur lulusan Jerman yang memutuskan untuk menjadi guide di Tanjung Putting karena sudah jatuh cinta dengan lokasi ini. Dan beliau top banget sebagai guide, ilmu perpohonan dan perbinatangannya luar biasa.

Dari pelabuhan Kumai, klotok menyusuri sungai Aru sekitar 20 menit, lalu masuk ke ke sungai Sekonyer. Tandanya ada di pojok, patung orangutan bernama Tom dengan tulisan welcome to Tanjung Puting Taman Nasional.






(awal sungai sekonyer)


Begitu masuk sungai Sekonyer kondisi tanaman berubah, menjadi hutan nipah. Masuk ke dalam lagi tanamannya menjadi hutan pandanus. Kadang terlihat pandanus yang rebah bekas tempat buaya berjemur.

Sebelah kanan sungai merupakan area Taman Nasional, sedangkan kiri bukan. Sekitar 1 km dari bantaran sungai sudah terlihat perkebunan kelapa sawit, padahal menurut aturan, bantaran sungai yang boleh dibudidayakan jaraknya 5 km dari bantaran.

Klotok sudah berjalan sekitar 1 jam ketika pak kapten kasih tau kalau ada orangutan liar sedang makan daun nipah di kiri sungai. Itu merupakan orang utan liar, dan mereka tidak bisa menyebrang ke daerah Taman Nasional. Sayang saya begitu terpana pertama kali melihat orangutan liar jadi lupa ambil fotonya.

Perjalanan sekitar 1.5 jam kita sampai di lokasi feeding pertama yaitu Tanjung Harapan. Dari dermaga kami berjalan kaki sekitar 15 menit sampai ke tempat feeding. Pengunjung hanya boleh masuk dan trekking setelah pk 15.00  karena dulu sering orang datang dan memanggil orangutan pura pura makanan sudah datang. Padahal ternyata dibohongi. Jadi sekarang lebih tertib, pengunjung baru boleh masuk jam 3 sore. Kebanyakan pengunjungnya dari luar Indonesia, dan banyak yang membawa kamera dengan tele panjang panjang.  Tapi menurut pak Husni hari itu cukup banyak tamu lokalnya, mungkin karena long weekend tadi ya.

Sangat berbeda melihat orangutan disini dibandingkan dengan di kebun binatang. Dikebun binatang saya melihat mereka adalah mahluk yang sering dilempari kacang, dibuat lucu lucuan aja, tidak dihargai dan hanya dianggap sebagai monyet besar yang tidak punya kehidupan. Disini kelihatan betapa mereka di’orangutan’kan. Mereka yang punya hutan dan kamilah tamunya. Sedih juga mengingat saya dulu tidak pernah menghargai orangutan dan kehidupannya.



Waktu kami datang, ada 2 orangutan sedang makan di panggung feeding. Pengunjung melihat di sekitar panggung dibatasi tali di area feeding. Tidak lama kemudian datang seekor lagi yang ikut bergabung.

Raja orangutan disitu namanya si Gundul. Cuma saya tidak beruntung bertemu dengannya.

Sekitar 1 jam disana, kita kembali ke klotok.  Klotok berjalan lagi dan kami melihat kera bekantan. Mereka bercengkrama di atas pohon, dan kita melihat dari atas kapal sambil makan cemilan yang dimasak oleh ibu juru masak.








Setelah Maghrib kami langsung trekking malam ditemani ranger disana bernama Pak Ijay. Perlu diketahui bahwa untuk trekking disana terutama trekking malam harus ditemani ranger. Ngga boleh kalau ditemani guide saja. Maklumlah, ranger disana kan memang sudah hapal sekali jalan serta lokasi sarang binatang berbahayanya. Jadi ada tempat tempat dimana rangernya menyuruh kita berhati hati.

Baru 5 menit berjalan kami ditunjukkan tarantula yang sedang leyeh leyeh di sarangnya. Sayang ketika mau di foto dia ngumpet dan masuk. Akhirnya hanya difoto sarangnya aja. Kata guidenya, jangan khawatir, didalam masih banyak tarantula lain yang suka mejeng.

Didalam kami banyak dijelaskan bermacam macam tanaman dan fungsinya. Juga binatang binatang yang kebetulan kita temui. Kebanyakan sih serangga. Dari tarantula, semut api, semut kepala besar yang katanya bisa buat pengganti cabe rawit, macam macam jenis tonggeret dan belalang.

Belum suara aneka insect yang mengiringi perjalanan malam hari ini. Baru tau saya kalau ternyata malam hari dihutan itu ramai sekali. Seperti penghuninya sedang ada pesta besar. Ada belalang yang suaranya seperti memanggil orang, ada yang sekedar krik krik.. ada tonggeret yang seperti perempuan menangis… Kalau saya ngga diinfo pasti udah mikir yang serem serem, soalnya suaranya persis seperti perempuan menangis pilu..

Trekking berlangsung sekitar 1 jam perjalanan. Saya ngga tahu berapa jaraknya, yang jelas sama sekali ngga terasa cape dan penuh kejutan didalamnya. Sempat sih kami semua mematikan senter, dan merasakan gelap gulita dalam hutan..

Setelah trekking kami mandi dan makan malam. Menunya wow banget deh. Kumplit lauk dan buah segar. Dan bukan hanya kali itu, setiap makan pasti menunya spesial. Ditambah cemilan waktu bruch dan sore hari. Pokoknya makanan selama perjalanan selalu endang gumindang tidak pernah mengecewakan..




Setelah itu ruang tidur kami disiapkan oleh pak Kapten dan helpernya.. Kanan kiri kapal terpal diturunkan dan kelambu dipasang. Pak Husni berpesan kalau malam ngga boleh naroh makanan di atas meja makan. Karena bisa mengundang binatang seperti orangutan ikut nyicipin. Ngga lucu juga kan kalo malam malam trus tiba tiba ada tangan besar yang nyelonong ke dalam kapal.


(lha kalau ada tangan sebesar ini menyelusup keatas meja kan apa tumon…)


Besok paginya sekitar jam 7 kapal jalan ke stasiun ke 2, Pondok Taggui. 

Berhubung hari masih pagi, kita mencoba trekking yang mid track dengan estimasi 1 jam perjalanan. Sebenernya niatnya yang long track tapi ngga ada ranger yang available. Maklumlah, masuk hutan kan ga boleh sembarangan, harus ditemani ranger. Jadilah kami berjalan ditemani Pak Husni. Tapi kalau yang tidak berminat trekking, ada jalan pintas yang langsung ke tempat feeding.


( pagi hari, kabut sungai )



Hutannya seru, ada banyak kantong semar, ada bekas cakaran beruang madu, pohon ini ono yang disebutkan nama dan manfaatnya tapi berhubung pengetahuan saya soal pohon nol besar makanya ngga hafal. Belum lagi beragam burung yang sempat ditemui.

Pohon raksasa di hutan yang saya lewati tidak banyak. Katanya kalau mau ke hutan belantara yang penuh pohon raksasa perjalanan sekitar 9 hari masuk ke dalam. Woow, luas banget ya ternyata hutannya. Ditengah perjalanan kami bertemu (baca:disalip) bule bule yang juga lagi trekking.

Sampai dilokasi feeding hujan turun. Tapi tidak menyurutkan fans orangutan untuk menunggu di feeding area. Semua siap dengan jas hujannya. Yah namanya juga niat mau menjelajah hutan, pasti udah siap dengan perlengkapan standar seperti jas ujan.

Feeding time disini adalah jam 9 pagi, dan bos orangutan disini namanya Doyok. Sekali lagi saya tidak beruntung bertemu sang bos. Orangutan yang kami temui disini cukup banyak. Dan ada babi hutan yang ikutan makan dibawah panggung.




Dari situ klotok bergerak menuju tempat feeding terakhir di Camp Leakey. Ditengah perjalanan sungai membelah menjadi 2, dan kami menyusuri sungai yang berwarna hitam. Disebut Simpang Kanan. Tapi hitamnya ngga serem dan berbau busuk karena polusi, hitamnya karena kandungan getah dan gambut. Jadi airnya tetap jernih dan tidak berbau.

Perjalanan kurleb 2 jam sampai ke Camp Leakey. Camp ini merupakan camp yang paling ujung dari seluruh perjalanan. Juga paling besar dan tertata. Jalannya sekitar 10 menit melewati jalan kayu diatas rawa. Disini ada musium yang dibuat oleh Dr. Birute Galdikas, mom of Orang Utan..

Alpha male disini bernama Tom, orangutan legendaris yang jadi patung dan ikon Tanjung Puting. Kami sempat ketemu Siswi, madame orangutan di Camp Leakey. Siswi ini adalah anak permaisuri bernama Siswoyo (beneran permaisurinya perempuan bernama Siswoyo, ngga salah tulis kok), dan kemudian menjadi permaisuri ketika era Kusasi menjadi raja disana. Setelah Kusasi dikalahkan Tom, Siswi hanya sebentar menjadi permaisuri karena Tom akhirnya berpaling darinya. Saya masih belum jelas ceritanya, cinta Siswi sekarang ditujukan kepada Tom atau masih terkenang kepada Kusasi. Katanya sekarang Siswi masih suka mengejar ngejar Tom.

Yang jelas ketika madam Siswi naik ke panggung tempat makan, semua orangutan yang sedang makan disana langsung menghindar. Semuanya naik ke pohon disekitarnya sehingga hanya Siswi yang makan sendirian. Mereka menunggu sampai Siswi selesai makan baru mereka berani ke panggung lagi.

Orangutan itu jelas hirarkinya. Semua menghormati sang raja dan ratu.

Malam ini kami menginap di hilir Sekonyer yang sudah dekat ke sungai Aru. Berhenti didekat pohon yang penuh kunang kunang, kelap kelip seperti pohon natal. Indah banget deh. Sayang kamera saya ngga bisa menangkap gambarnya.

Paginya jam 8 jalan klotok bergerak ke Kumai. Dalam perjalanan ke bandara kami sempat keliling sedikit kota Pangkalan Bun. Melewati makam untuk petinggi suku Dayak. Lokasinya di kota, tampak luarnya seperti hutan lebat, agak gelap saking rimbunnya pohon disana. Menurut cerita pak Husni, apabila petinggi suku Dayak meninggal mereka dimakamkan disitu. Karena orang Dayak sangat menghormati alam maka makamnya tidak boleh dibersihkan, pohon pohon dibiarkan tumbuh bebas.. Jadi pemakamannya seperti hutan rimba ditengah kota.

Di bandara, kami bertemu lagi dengan orang orang yang satu pesawat waktu berangkat. Di tempat feeding kami juga selalu bertemu. Yang waktu berangkat saling cuek, sekarang kami berteman karena merasa punya minat yang sama.. 
save orang utan

Note : 
- foto foto sebagian adalah kiriman dari P Husni, yang berbaik hati mengijinkan saya memakai fotonya
- Kontak Pak Husni : +62 85752793614
- kontak Pak Andreas : +62 81349173743; +62 82152641805




Senin, 23 April 2018

LOB di Tanjung Puting




Perjalanan menuju lokasi tempat orang utan di Tanjung Puting umumnya dilakukan dengan LOB alias Live on Board alias hidup di kapal. Kapal disini disebut klotok, mungkin karena bunyi mesinnya yang klotok klotok.

Awalnya saya membayangkan liburan di LOB itu adalah liburan susah, diperahu kecil, goyang goyang, tidurnya ngga nyaman, kamar mandi darurat. Terus membaca juga kalau sungai yang akan dilewati banyak buayanya….waduh liburan kok pake sengsara ya.. bahkan anak saya cerita ke temannya kalau mau LOB di sungai yang banyak buayanya, temannya langsung bilang ‘emak lo emang macem macem aja ya..liburannya serem amat..’

   Ini ‘rumah’ saya selama 3 hari



Orang utan, demi bertemu mereka saya ber klotok ria

Ternyata untuk ukuran saya yang senang dengan alam tapi ngga mau ‘susah susah amat’, LOB ini cocok. Dekat dengan alam, bisa trekking kapanpun saya mau, bisa berhenti dimana aja kalau sedang ada yang perlu dilihat dan ditonton di hutan, tapi tetap tidur nyaman di kasur, mandi di kamar mandi dan makanannya berlimpah dan uenak.. Kapalnya juga ngga bergoyang goyang seperti di laut. Dan enaknya lagi kalau LOB ini adalah kita bisa santai menyusuri sungai, dan tidak perlu bolak balik.

Kita bisa leyeh leyeh baca buku atau ngelamun sambil lihat hutan, atau stargazing kalau malam sambil mendengar nyanyian hutan. Bisa juga jelalatan nyari buaya yang kadang nongol di sungai, atau bird watching sepanjang perjalanan. Dan udaranya segeer banget walaupun siang hari.

Pertama kali saya LOB dengan menggunakan kapal milik P Andreas, guide yang dulu menemani Julia Roberts waktu shooting film From Orphan to King. Kapalnya bernama TOP Indonesia Tours yang nyaman dan cukup besar untuk kami ber 4. Sebetulnya kapasitasnya lebih dari itu, cuma saya lupa berapa maksimal kapasitasnya. Kalau tertarik bisa hubungi beliau di : +62 81349173743 ; +62 82152641805

Awak kapalnya 3 orang plus 1 guide. Ada kapten, pembantu kapten dan juru masaknya. Guide saya waktu itu oke banget, namanya Pak Husni. Beliau insinyur lulusan Jerman yang akhirnya betah di Tanjung Puting, dan ahli banget nunjukkin segala macam jenis pohon, burung dan hewan yang kita lihat termasuk nama dan kegunaannya. Saking pengennya nunjukin ke kita contoh pacet (anak saya belum pernah melihat pacet beraksi seumur hidupnya), beliau sampai rela berjalan nyeker di hutan agar ada pacet yang nempel di kakinya. Kalau mau kontak bisa hubungi : 085752793614 (+6285752793614)

Kapten dan awaknya ramah luar biasa. Pak Kapten helpful banget, dan banyak ceritanya. Bahkan rajin nyariin buaya yang timbul disungai, karena saya suka ngeliatnya. Matanya jeli banget bisa melihat buaya kecil sepanjang penggaris yang tersamar warna kayu tempat dia berjemur. Ibu juru masaknya juga top markotop banget masakannya.


Klotok

Klotok yang saya pakai terbuat dari kayu dengan 3 tingkat. Lupa saya menanyakan panjang kapalnya, tetapi lebarnya sekitar 3 meter. Enak dan lega..

Tingkat paling bawah adalah mesin kapal, dapur dan kamar mandi. Kamar mandinya ada 2 lengkap dengan kloset duduk dan shower. Air mandinya air bersih diambil dari pelabuhan Kumai. Air bilas klosetnya adalah air sungai.

Tingkat ke dua adalah open space untuk kami. Bagian belakang dek kecil, bagian tengah ada meja makan, wastafel, kasur yang digelar, 2 kursi malas dan paling depan anjungan. Di tingkat ini tempat kegiatan kami terbanyak dilakukan.

Tingkat ke 3 berupa dek dan kursi panjang. Kalau sore, sambil menyantap cemilan sore yang disiapkan oleh juru masak, kita bisa melihat matahari tenggelam dilanjutkan dengan stargazing. Kalau mau makan malam juga bisa disajikan diatas sambil lesehan. Cuma kalau siang diatas panas. Dan ini adalah kelebihan klotok ini, karena ada klotok yang tidak punya dek atas.


(contoh kapal tetangga waktu antre di Camp Leakey)

Listrik menyala 24 jam, tapi cuma untuk lampu dan charge baterai. Ngga ada tv ya, tapi siapa sih yang butuh tv disini..


jejeran klotok parkir di dermaga Tanjung Harapan sementara penumpangnya melihat orang utan


Makanan

Untuk makanan, menunya lengkap tidak kalah dengan hotel di kota. Dan cita rasanya cocok banget dengan lidah kami sekeluarga. Buah yang disajikan juga segar banget. Pokoknya soal makanan terjamin kualitas dan kuantitasnya, baik makan wajib yang 3 kali sehari plus cemilan saat menjelang siang dan sore. Dan untuk menunya kami ditawari mau tradisional atau western. Waktu itu kami memilih ganti ganti aja, makanya kadang dapat nasi sayur, kadang dapat spaghetti dan pancake. Menu lokalnya ada ikan cumi udang ayam lengkap dengan 2 macam sayur dan tambahan 1 jenis gorengan


sisa makanannya aja masih segini saking berlimpahnya


Untuk menunya saya agak lupa, yang jelas sayur, lauk pauk, desert, soup.. lengkap. Sehingga waktu makan termasuk waktu yang ditunggu tunggu. Cemilannya juga macem macem, dari pisang coklat sampai semacam lumpia gitu..

Untuk minum, waah 24 jam tersedia.. air mineral dingin, soft drink dingin, kopi, teh… tinggal ambil..


Rute Perjalanan

Start dari pelabuhan Kumai, hari pertama rutenya ketempat feeding pertama di Tanjung Harapan. Setelah itu melihat bekantan berloncatan dipohon dipinggir sungai.

Klotok tetangga, wisatawan dari China sedang melihat bekantan bermain

Sepanjang perjalanan kami bersantai. Bisa tiduran atau sekedar melamun di kursi malas. Anak anak membaca buku. Kalau ada binatang atau pohon yang menarik pak Husni akan menginformasikan.

Malamnya kapal bersandar dan kami trekking hutan selama 1 jam di hutan yang gelap gulita. Pulangnya langsung makan malam. Setelah itu crew kapal memasang kelambu disekitar kasur tempat siang kita tiduran sambil menikmati alam. Kanan kiri kapal ditutup dengan terpal.



setelah kelambu dipasang

Bangun pagi biasanya saya mandi dan duduk di kursi malas dibagian depan kapal sambil minum kopi yang tersedia 24 jam. Sambil melihat embun yang mulai naik, kadang ada kapal penduduk yang lewat untuk mulai bekerja.

suasana pagi, nikmat banget rasanya

Suami sempat iseng memancing disungai, memakai pancing pinjaman dari pak kapten. Ikannya banyak banget, setiap 5 menit kailnya disambar ikan. Tapi ikannya dilepas lagi sih.

Sambil kita sarapan crew kapal melipat kelambu sehingga kasur bisa menjadi tempat bersantai lagi ketika kapal berjalan.



Hari ke dua kami memilih long trekking pagi di hutan sambil menuju tempat feeding di Pondok Tanguy.

Pulang trekking langsung menyerbu makan siang sambil kapal berjalan menuju Camp Leakey. Setiba kami dari menjelajah Camp Leakey, cemilan sore sudah terhidang di atas meja.

Kalau sedang parkir di daerah feeding, kapal akan berjejer disekitar dermaga. Jadi sistemnya seperti di lobby mall, cuma drop off penumpang trus parkir. Nanti kalau sudah selesai baru dijemput. Kadang harus loncat lewat kapal tetangga. Bahkan di Camp Leakey saya sempat naik speedboat dari klotok ke dermaga karena disana sudah penuh klotok lain.


Deretan kapal parkir di Camp Leakey

Kami mandi dan tiduran di dek atas sambil menunggu sunset dan foto foto lingkungan sekitar. Habis maghrib makan malam sudah disiapkan diatas sesuai permintaan. Kami makan ala ala candle light dinner.. soalnya di dek atas ngga ada lampunya. Kebetulan langit jernih, sehingga bintang terlihat jelas walaupun bentangannya tidak bisa terlihat penuh karena kanan kirinya terhalang hutan.

candle light dinner

Kapal tetap berjalan dan akhirnya parkir disebelah pohon yang penuh dengan kunang kunang. Berkelap kelip mirip dengan pohon natal besar.

Ini salah satu liburan yang memberikan kesan mendalam.. relaks banget sambil mendapat banyak informasi tentang alam, hutan, dan orang hutan. Suasananya betul betul untuk bersantai, tenang, relaks, makanan enak… bener bener soul healing untuk recharge jiwa.. walaupun relaks tapi ngga membosankan ya karena banyak banget yang bisa dikerjakan disana.

Sayang, kunjungan orang lokal masih kalah jauh dengan mancanegara. Ayoo dong, kita jelajah Indonesia, alam Indonesia itu luar biasa lho ..


Mendampingi Kateter Jantung

Pengalaman mendampingi penderita penyempitan jantung dikeluarga saya sudah cukup lama. Sehingga akhirnya saya familiar dengan istilah kate...